Secara
geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada
awal kemunculannya Kerajaan Demak mendapat bantuan dari para bupati
daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama
Islam. Wilayah Kerajaan Demak pada awalnya hanya sebuah bawahan Kerajaan
Majapahit, kemudian berkembang hingga mencapai Banten di Barat dan
Pasuruan di Timur. Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat dilayari dari laut dan dinamakan Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi kota
Demak di Jawa Tengah. Periode ketika beribukota di sana kadang-kadang dikenal sebagai "Demak Bintara"
Raden Patah adalah pendiri dan sultan pertama dari kerajaan Demak yang memerintah tahun 1500-1518 (Muljana: 2005). Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra prabu Brawijaya
raja terakhir. Di ceritakan prabu Brawijaya selain kawin dengan Ni
Endang Sasmitapura, juga kawin dengan putri cina dan putri campa. Karena
Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, prabu Brawijaya terpaksa memberikan putri Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang.
Setelah melahirkan Raden Patah, setelah itu putri Cina dinikahi Arya
Damar, dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden
Kusen. Demikianlah Raden Patah dan Raden Kusen adalah saudara sekandung
berlainan bapak.( Muljana: 2005). Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) atau disebut juga prabu Brawijaya V dari selir Cina.
Babad Tanah Jawi
menyebutkan, Raden Patah dan Raden Kusen menolak untuk menuruti
kehendak orang tuanya untuk menggantikan ayahnya sebagai adipati di
Palembang. Mereka lolos dari keraton menuju Jawa dengan menumpang kapal
dagang. Mereka berdua mendarat di Surabaya, lalu menjadi santri pada
Sunan Ngampel.( Muljana: 2005). Raden Patah tetap tinggal di Ngampel
Denta, kemudian dipungut sebagai menantu Sunan Ngampel, dikawinkan
dengan cucu perempuan, anak sulung Nyai Gede Waloka. Raden Kusen
kemudian mengabdi pada prabu Brawijaya di Majapahit. Raden Kusen diangkat menjadi adipati Terung, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah, di situ ia membuka hutan Glagahwangi atau hutan Bintara menjadi sebuah pesantren
dan Raden Patah menjadi ulama di Bintara dan mengajarkan agama Islam
kepada penduduk sekitarnya. Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin
maju. Prabu Brawijaya di Majapahit
khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala
itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil
Raden Patah. Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya
merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya.
Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti
nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel),
Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan
kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo atau Bintara ( Muljana: 2005).
Dalam
waktu yang singkat, di bawah kepemimpinan Raden Patah, lebih-lebih oleh
karena jatuhnya Malaka ke tangan portugis dalam tahun 1511, Demak
mencapai puncak kejayaannya. Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak
berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan
pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta
penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa). (
Muljana: 2005 ). Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan
pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia menaklukkan Girindra
Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga dapat menggambil
alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Raden Patah juga mengadakan
perlawan terhada portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin
mengganggu demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati
Unus atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya
gagal. Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang
menggantikan ayahnya pada tahun 1518. Dalam bidang dakwah islam dan
pengembangannya, Raden patah mencoba menerapkan hukum islam dalam
berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia juga membangun istana dan
mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid
Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.